Wednesday, January 9, 2013

Tak ada Fotografer? Tak Masalah


Aku bukan seorang model ataupun fotografer, namun aku sangat mencintai dunia fotografi. Memang sih kemampuanku di dunia fotografi belum seberapa. Dan foto-foto yang aku hasilkan juga belum sebaik dan sebagus yang dihasilkan oleh fotografer professional.
                Yang sering aku jadikan obyek adalah diriku sendiri. Sebenernya alasan kecintaanku pada fotografi ini juga karena aku juga senang di foto. Yaa..beginilh aku yang ingin berfoto dengan bergaya layaknya model, hehe. Aku biasa mngambil gambarku sendiri tanpa meminta bantuan orang lain/fotografer, karena aku malu jika harus bergaya di depan orang. Jadi aku hanya perlu mengaktifkan fungsi pengambilan gambar “Timer” dan memasang kamera di atas tripod. Timer juga menjadi salah satu alternatif jika tidak adanya orang lain yang akan memotret kita.
                Rumah adalah tempat yang biasa aku jadikan sebagai background dari foto-fotoku. Kamar, taman, balkon, dan juga teras rumah telah menjadi tempat hunian saya bersama kamera dan tripod. Saat pengambilan foto ini aku seringkali ngumpet-ngumpet soalnya malu. Waktu yang tepat untuk berfoto adalah saat penghuni rumah sedang tidak berada di rumah. Naahh..itu adalah momen yang pas banget buatku. Seringkali aku diajak pergi bersama mereka tapi aku alasan aja lagi ngerjain tugas..hehe. Jika situasi aman, barulah aku menyiapkan kamera, tripod, dan ruangan. Jika semua OK, maka aku beraksi.
                Setelah meninjau hasil fotoku, ternyata banyak sekali foto yang ancuuur. Macem-macem deh, misalnya Blur, miring, terlalu ke bawah/atas, kurang pas gayanya dan lain sebagainya. Misalnya ada 10 foto yang aku tinjau, ternyata yang bagus Cuma 3. Apa gak sia-sia aku mondar-mandir mencet shutter lalu balik bergaya lagi. Yaahh..maklum saja namanya juga aku berfoto tanpa ada fotografer. Ngatur sendiri, nge-pas-in sendiri, dan juga bergaya sendiri tanpa ada fotografer. Tetapi dari hal ini aku dapat mengambil pelajaran, bahwa seorang model dan seorang fotografer jika tidak menjadi satu kesatuan dalam arti cara pengambilan gambar dan gaya model tidak pas maka akan menghasilkan gambar yang tidak sesuai harapan dan terkesan “jelek”. Foto yang jelek, bukan karena model yang dipakai tidak cantik melainkan karena cara pengambilan gambar yang salah.

BERJEMUR DI PANTAI INDRAYANTI


Jarak Goa Pindul dan Pantai Indrayanti sangat jauh. sehingga kami memanfaatkan untuk tidur. Namun kami tidak dapat tertidur nyenyak karena jalan menuju pantai berliku-liku dan terkadang naik-turun. Ada beberapa bis yang bersisipan dengan kami, tampaknya pantai ramai pengunjung. Pantai Indrayanti ini adalah pantai yang letaknya paling ujung. Karena sebelum menuju lokasi Pantai Indrayanti kami melewati beberapa pantai lain yang juga ramai dengan pengunjung. Jarang rumah-rumah penduduk yang kami temui saat melewati jalur akses menuju pantai. Hanya terdapat perkebunan saja dan bukit-bukit yang tidak terlalu tinggi.
                Deburan ombak mulai terdengar di telinga. Dari kejauhan air laut dan pesisir pantai sudah mulai terlihat. Akhirnya kami sampai di Pantai Indrayanti. Hari itu suasana pantai sangat ramai dikunjungi pengunjung. Ada yang datang dari luar kota dan ada pula yang dari dalam kota. Bis, mobil pribadi, dan motor berjajar rapi memenuhi area parkir. Mushola pun ramai dengan pengunjung yang akan melakukan sholat dhuhur termasuk aku dan Mentari.
                Sholat dhuhur selesai, kami mencari makan siang di resto-resto yang disediakan di sekitar pantai. Satu resto menarik perhatian kami karena tarif makanannya murah. Kami memesan ayam goreng cabe ijo, es teh manis dan juga kelapa ijo.
                Perut sudah diisi full, saatnya untuk kita berjalan menyusuri pantai. Tak lupa kami selalu mengabadikannya dengan berfoto bersama. Berfoto di atas batu karang yang cukup besar dan berfoto di mulut pantai. Itulah hal yang kami lakukan.
                Di sisi kiri pantai terdapat tebing yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk melihat keindahan pantai dari atas. Angger mengajak untuk naik ke atas tebing. Sungguh indah pemandangan pantai dari atas. Kami dapat melihat pantai-pantai lain yang terletak sebelum Pantai Indrayanti. Suatu pengalaman menarik bagiku dan juga suatu kebesaran Allah menciptakan surga di dunia yang seperti ini.
                Terik matahari mengiringi kami menjelajah pantai. Setelah puas di pantai, kami memutuskan untuk pulang. Tubuh yang lelah setelah jalan-jalan ke Goa Pindul dan Pantai Indrayanti membawaku tertidur saat perjalanan pulang. Aku terbangun ketika tiba di depan gang rumah budhe. Ternyata lama juga aku tidur.

                 Malam harinya, bukannya kami istirahat tetapi kami malah pergi mengunjungu alun-alun Wonosari. Di alun-alun kami menaiki sepeda odong-odong dan juga makan roti bakar.

ROAD TO JOGJAKARTA (PART III)


Melanjutkan cerita yang sudah aku tulis pada bulan lalu. Kali ini aku akan menceritakanperjalananku pada hari ketiga di Jogja yaitu ke Goa Pindul.

Hari ketiga ini aku berada di wonosari-gunung kidul. Kami merencanakan untuk mengunjungi Goa Pindul. Kami menyewa mobil dengan tarif Rp. 200.000,-. Udara pagi di Wonosari dingin sekali. Mentari yang tidur satu kamar dengan ku memakai jaket dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Memang dingin pagi ini, walaupun dingin tapi aku memutuskan untuk mandi lalu sholat subuh. Di sisi lain, anak-anak cowok yang bangun hanya Angger dan Lucky. Mereka sholat subuh di Mushola di dekat rumah.

Nampaknya kali ini jaket tak bisa lepas untuk menghangatkan tubuh. Saking dinginnya Mentari yang sejak tadi tidur dengan selimut dan jaket, kali ini ia bangun karena tidak kuat dengan hawa dinginnya. Lalu aku dan Mentari keluar dari kamar untuk sekedar menggerakkan tubuh supaya tidak terlalu kedinginan. Angger dan Lucky yang saat itu sedang berjalan keliling rumah mengajak kita berdua untuk berjalan-jalan pagi. Kami berjalan tidak terlalu jauh dari rumah, Angger mengajak kami ke perkebunan jagung dan padi yang pada saat itu masih belum dipanen. Jadi pemandangan hijaunya sungguh menyejukkan mata kami.  Naah..disitulah terjadi sebuah peristiwa pemotretan alias berfoto di area kebun jagung. Tidak heran memang anak muda jaman sekaran tidak bisa melewatkan suatu momen sehingga harus mengabadikannya lewat foto. Ini hasil foto narsis kami yang pada saat itu hanya aku yang sudah mandi.



Selesai berjalan-jalan pagi, aku membantu budhe untuk membersihkan rumah. Sedangkan budhe sibuk memasak untuk sarapan pagi ini. Anak-anak yang lain sedang bercengkrama di meja makan. Bau masakan budhe menggoda perutku yang sudah lapar. Selesai menyapu, alhamdulillah selesai juga budhe memasak. Kemudian aku dan Mentari meyiapkan piring, menata lauk pauk, nasi dan minuman. Hap hap hap, nyamnyam. Sungguh nikmat sarapan hari ini, dengan ayam goreng dan teman-temannya tidak lupa juga sambal terasi. Ritual rutin yang terjadi saat selesai makan adalah mencuci piring. Kali ini Aku dan Mentari tidak bertugas untuk itu, karena waktu sudah terlalu siang dan sopir yang akan membawa kami tour ke goa pindul sudah tiba. Alhamdulillah yaahh.

Perjalanan kami ke Goa Pindul kurang lebih 2 jam. Goa Pindul terletak di desa Bejiharjo. Goa Pindul memiliki keunikan yakni ketika kita memasuki goa maka diwajibkan memakai pelampung, sepatu karet, dan ban karena goa ini dipenuhi dengan air (bukan banjir). Peralatan tersebut sudah disediakan di tempat pembelian tiket masuk goa. Untuk lebih jelasnya lihat foto aku deh biar gak penasaran.

Mengitari goa pindul membutuhkan waktu 15 menit. Di dalam goa pindul terdapat 3 bagian/ruangan yaitu zona gelap, zona terang, dan satu lagi lupa namanya. Di zona terang, ada bagian atap goa yang bolong sehingga kita dapat melihat langit. Kita juga dapat turun dari karet yang ditumpangi karena di lokasi zona terang air tidak terlalu dalam dan banyak bebatuan sebagai tempat berpijak. Di situ kita juga dapat melakukan terjun bebas yang sangat menyenangkan.



Terjun bebas sudah di coba, naah sekarang saatnya untuk keluar dari goa. Pada saat keluar dari goa kita boleh tidak menggunakan ban karet tetapi kita harus berenang. Kedalaman air yaitu 5 meter. Naahhh…lho!!! Aku sedikit takut dan merinding saat berenang, meski sudah menggerakkan badan tapi tetap saja aku diam di tempat. Sedangkan teman-temanku sudah hampir berada di mulut goa. Hahah..inilah yang tak bisa dilupakan. Yang lebih lucu lagi, ternyata Angger juga masih diam ditempat tepat di belakangku. Tetapi akhirnya kami bisa menuju keluar goa juga dengan gaya renang apapun yang penting jalan. Hal ini terjadi karena kita berenang melawan arus. Akibatnya kita tetap diam di tempat.
                Setelah mandi dan merapikan pakaian yang basah. Kami berencana mengunjungi Pantai Indrayanti.

ROAD TO JOGJAKARTA (PART 2)


Pagi ini kami bangun pas adzan subuh berkumandang. Tapi gak semuanya bangun siih, masih ada yang masih males-malesan alias mata masih merem-melek, hahha. Mumpung kamar mandi belum ada yang pake, jadi aku langsung aja mandi lalu sholat subuh. Beerrr….dingin juga air di jogja.
                Hari ini kami berencana akan melanjutkan petualangan ke Gunung Kidul. Gunung kidul cukup jauh dari pusat kota Jogjakarta. Meskipun jauh dari perkotaan, di Gunung Kidul terdapat beberapa tempat menarik dan indah untuk dikunjungi. Beberapa diantaranya yaitu Goa Pindul, Air Terjun Sri Gethuk, Bukit Bintang dan deretan Pantai yang berjajar di pesisir selatan Pulau Jawa.
                Perjalanan kami dimulai pukul 8 pagi dan tiba di Gunung Kidul pukul 10.21. Kami dijemput budhe-nya Angger dengan sepeda motor. Karena hanya ada 2 motor saja, maka Angger dan Lucky yang harus bolak-balik menjemput kami yang masih tersisa di tempat kita turun dari bis.
                Rumah budhe Angger tidak jauh dari jalan raya. Kami disambut dengan ramah oleh keluarganya Angger. Kami berkenalan dengan budhe, pak de, mbah kakung, mbah putri, bulek, mbak Anik, Rara, dan Eli. Kami semua senang bertemu dengan mereka. Setelah saling berkenalan, kami pun disuruh makan siang oleh budhe. Nampaknya budhe sudah menyiapkan beberapa masakan untuk menyambut kedatangan kami. Slap slap slap … makanan ludes di lahap kami ber-enam. Hanya tersisa piring kotor sekarang, dan itu merupakan tugas aku dan Mentari untuk membersihkan meja makan dan mencuci piring tersebut. Setelah semua beres, kami berenam beristirahat sejenak hingga tertidur pulas dan bangun pukul 3 sore. Naahh…gimana mau jalan-jalan kalo udah sore begini pasti gak keburu. Hmm…akhirnya hanya bisa duduk manis di meja makan sambil berbincang merencanakan perjalanan esok hari.
                Hari semakin gelap, matahari mulai menenggelamkan sinarnya. Kami masih saja berada di meja makan, entah apa saja yang dibicarakan sehingga kami tak bosan-bosan berada disitu. Suara adzan akhirnya menghentikan obrolan kami. Satu persatu dari kami mengambil air wudlu dan melaksanakan ibadah wajib shalat maghrib. Selesai shalat mbak Anik dan Eli mengajak kami ke Alun-alun Wonosari. Kami berangkat dengan 4 motor.
                Udara dingin menemani perjalanan kami ke alun-alun. Jarak alun-alun dari rumah budhe cukup jauh. Di alun-alun terdapat berbagai macam hiburan untuk anak-anak, jajanan, warung lesehan, dan juga ada sangat menarik diantara itu semua yaitu sepeda mirip odong-odong dengan 4 pedal(go-es-an), dihiasi lampu warna-warni, dan memiliki berbagai macam variasi tempat duduk. Odong-odong masih berbaris rapi di samping trotoar alun-alun. Belum banyak yang menaiki karena pada saat itu kami datang bukan pas malem minggu jadi ya sedikit sepi. Kita bingung memilih mana yang akan kita coba. Tapi ada satu yang paling aneh naah itu lah akhirnya yang kita naiki ber-enam. Tarif untuk satu odong-odong sangat murah hanya Rp. 15000 untuk 2 kali putaran(muterin alun-alun), meski murah tapi tak sebanding dengan betapa capenya  yang nge-goes itu odong-odong sedangkan yang nge-goes adalah aku, Mentari, Rizky dan Angger. Lihatlah pada gambar ini 


Naaah…inilah rupa odong-odong yang kami naiki. Formasi tempat duduk Rizky dan Angger berada di depan sebagai sopir dan juga ikutan goes. Aku dan Mentari berada di belakang dan nge-goes pula. Naah yang paling di manjain adalah Lucky dan Fikri yang duduk di atas berdua bagai Raja dan Ratu yang di bawa keliling oleh para budaknya. Wakakakak…ini adalah yang paling tak terlupakan. Dan sekarang kalo masih inget pas naik odong-odong itu aku jadi ngakak sendiri. :-D
                Waktu menunjukkan pukul 21.30 WIB, kami memutuskan untuk pulang. Diperjalanan pulang kami mampir ke warung bakso “Jalan Cinta”. Alhamdulillah kenyang..selanjutnya pulang lalu tidur.
                Cukup sekian untuk cerita hari pertama aku dan teman-teman di Gunung Kidul-Wonosari. Cerita aku berikutnya akan di lanjut ke ROAD TO JOGJA PART 3….yihaaaa

Kado Ulang Tahun Pertama dari Om dan Tante


Peristiwa ulang tahun adalah saat yang paling di tunggu-tunggu baik anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua. Karena momen ulang tahun adalah momen yang paling berharga dimana ada sebuah sureprise, kado, dan juga traktiran alias makan-makan.
                Bagiku ulang tahun itu tak perlu dirayakan dengan hal-hal yang mewah. Cukup sederhana saja misalnya mengadakan syukuran dan yang paling penting adalah do’a yang dihadiahkan orang-orang terdekat kita untuk diri kita.
                Pada tahun 2011, di ulang tahunku yang ke 19. Tak ada suatu acara apapun yang akan aku adakan untuk memeriahkan hari ultahku. Tak ada makan-makan, kado, dan sureprise party. Ibu yang sedang berada di Sidoarjo, ia hanya dapat memberiku sebuah do’a untuk kebaikanku dan kelancaranku dalam melalui jalan hidup ini.
                Sore hari ketika aku pulang dari kuliah, tante memberiku sebuah kotak kecil  berwarna hitam yang bertuliskan SAMSUNG GALAXY SII. Hoaahh…betapa senangnya aku ketika aku mendapatkan itu. eeiittss…tp masih belum yakin nih. Ini beneran HP apa cuma kotaknya doing?. Maka langsung dibukalah itu kotak sama aku. Naahh..ternyata memang benar isinya SAMSUNG GALAXY SII. Alhamdulillah ya Allah sungguh Allah telah memberikan rizky yang berlimpah untukku. Terima kasih ya Allah. Tak lupa juga berterima kasih kepada Om dan Tante yang telah memberikanku sebuah HP Android yang memang jauh  sebelum hari ulang tahunku aku memang menginginkan HP Android. Dan alhamdulillah Allah mengabulkan do’a ku sehingga aku mendapatkan HP ini.

Menemukan Sesuatu yang Baru


Tahun lalu aku menemukan sebuah kesenangan baru yaitu pada kamera SLR. Kesan pertama saat melihat kamera SLR tampak ogah-ogahan. Karena bentuk camera yang besar dan berat. Tetapi, suatu hari aku melihat-lihat majalah yang dipenuhi beberapa gambar pemandangan, model dengan pakaian yang dipromosikan, hewan, dsb yang diambil menggunakan kamera SLR. Foto yang dihasilkan dengan kamera tersebut sungguh asli dan sangat menakjubkan sehingga seseorang yang melihatnya akan takjub. Begitu juga aku, ketika melihat foto-foto yang terdapat di dalam majalah itu sungguh menakjubkan. Kemudian secara tiba-tiba muncul sebuah daya tarik pada kamera SLR. Ketertarikan ku ini diakibatkan oleh hasil foto yang dihasilkan oleh kamera tersebut.
                Pada bulan februari 2011, tanteku ingin membeli sebuah kamera baru. Lalu aku langsung saja tanpa basa-basi membujuk tante agar membeli kamera SLR. Hehehee..pas sekali dengan apa yang ku inginkan. Tante beli kamera CANON EOS 550D dengan harga 7juta komplit dengan aksesorisnya. Woow..betapa senangnya aku bisa menjadi yang kali pertama mencoba memotret dengan kamera super canggih itu walaupun belum bisa mengoperasikannya. Karena aku tinggal serumah dengan tante, maka aku bisa berkali-kali memakai si CANON.
                Kali pertama belajar mengoperasikan kamera itu yaitu aku memakai tante sebagai obyek yang aku foto. Memang baru kali pertama pegang dan baru bisa yaa gitu deh banyak hasil foto yang blur dan kurang bagus pengambilannya.
                Setelah beberapa bulan mempelajari kamera SLR, kini mulai bisa menangkap sebuah obyek yang akan di foto dengan menggunakan mode yang sesuai dan hasilnya pun bagus menurut aku. Selain memotret benda, akupun juga memakai diriku sendiri sebagai obyek foto. Hanya saja ketika aku yang menjadi obyek, aku tidak memakai orang lain sebagai fotografer karena aku mengaktifkan fungsi Timer. Yang paling berkesan ketika berfoto menggunkan “timer” yaitu banyak foto yang pengambilan latarnya kurang pas meski sudah di pas-in. Terkadang ada foto yang blur dan yang paling membuatku tertawa malah fotonya gak ada kepalanya jadi hanya badan saja. Hahahaa.
                Akhir November 2011, tante membeli sebuah lensa baru dengan jarak 55mm-300mm(kalo gak salah) dengan harga 2,4juta.  Kata tukang yang jual lensa itu, lensa tersebut dapat dipakai untuk pengmbilan gambar dengan jarak ±50 meter.
                Aku sangat puas bisa bermain-main dengan kamera SLR meskipun kamera tersebut bukan milikku. Dari situ aku mulai menyukai bahkan mungkin menjadi sebuah hobby baru yang akan aku lanjutkan. Kini dunia fotografi telah meracuniku dan aku berharap di tahun yang akan datang aku bisa membeli kamera yang super canggih itu dengan hasil keringatku sendiri.

Gadis Kecil


                Di sebuah pondok kecil di dekat pantai, gadis kecil nan mungil tengah duduk bersimpuh di sebelah ibundanya yang sedang menjahit baju berwarna biru milik gadis kecil itu. Baju yang paling dia sayangi robek tersangkut  perahu nelayan saat ia sedang bermain-main dengan teman-temannya.

“Ibu..kapankah baju itu selesai dijahit?”,  kata gadis itu tak sabar menunggu ibundanya yang sedang menjahit baju. “Aku ingin memakainya lagi, Ibu”.
“Sebentar nak, robeknya lumayan besar jadi kamu harus sabar menunggu jika ingin memakainya lagi”. Jawab ibu dengan nada menasehati.
“Baiklah bu”. Jawab gadis itu dengan sedikit kecewa.

                Karna lama menunggu ibunya menjahit, gadis itu masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Ia mengambil secarik kertas putih yang masih bersih tak ada coretan apapun. Meskipun ia tidak sekolah dan belum begitu pandai menulis dengan rapi, tetapi ia sudah hafal bahkan sudah bisa membaca kalimat. Itu berkat ibundanya yang setiap hari mengajarinya menulis dan membaca.
                Dalam tulisannya itu ia bercerita tentang baju biru yang tengah dijahit ibu. Kata demi kata ia rangkai menjadi sebuah cerita yang tidak begitu panjang tetapi hampir penuh satu halaman sebab ukuran hurufnya besar. Selesai menulis cerita tersebut, kemudian ia gulung kertas itu dan diikat dengan pita agar tidak terbuka.
                Dengan membawa kertas yang telah digulung tadi, ia berlari menuju pantai. Ia berdiri tepat di pinggir pantai dengan memandangi matahari yang hampir menghilangkan sinarnya. Lalu kertas yang berada di tangan kanannya ia hanyutkan ke pantai. Kertas itu kini hanyut terbawa ombak menuju tengah lautan. Entah mengapa setiap matahari akan tenggelam, ia selalu menenggelamkan kertas putih yang diikat pita ke pantai.
                Saat kembali kerumah, ia bertanya kepada ibunya tentang ayahnya yang sudah  5 bulan ini tidak pulang. Dengan menyembunyikan air matanya Ibu selalu menjawab kepada gadis itu bahwa ayah sedang berlayar di pulau yang jauh untuk mencari uang demi menyekolahkan kamu.
                                                ########################

                Suara ayam berkokok membangunkan gadis itu, tanpa mandi dulu ia langsung turun dari tempat tidur dan bergegas membuka pintu depan. Ia melongok ke depan. Menengok ke kanan dan ke kiri rumah seperti berharap ada seseorang yang datang. Ya..memang ia selalu berharap ayahnya membaca surat yang dihanyutkan ke pantai sehingga ia pulang. Hal itu dilakukannya setiap pagi, setiap hari setelah bangun dari tidur. Jika tidak ada yang datang, lalu ia masuk dan berangkat mandi. Ibunya pun tak menyadari bahwa gadis itu melakukannya setiap pagi.
                Setiap hari gadis kecil itu membantu ibunya memasak dan juga membungkus kue basah yang akan dijual ibu. Ibunya bekerja sebagai penjual kue basah keliling. Gadis itu sering mengikuti ibunya berkeliling pantai dan perkampungan sekedar untuk berjalan-jalan dan menemani ibunya berjualan.
                “Ibu, kenapa aku tidak sekolah seperti mereka?”, tanya gadis kecil itu ketika melihat anak-anak seumurannya berangkat ke sekolah di sebuah perkampungan.
                “Karena ibu belum memiliki biaya untuk menyekolahkan engkau anakku. Ibu janji dari hasil penjualan kue-kue ibu selama ini akan ibu pakai untuk menyekolahkan engkau”. Jawab ibu dengan mata berkaca-kaca.
                “Semoga hari ini kita mendapat uang yang banyak ya bu. Dan juga semoga ayah cepat pulang mendapatkan banyak uang juga. Aku kangen banget sama ayah bu”. Ucap gadis itu dengan wajah sumringah. Lalu ia meraih tangan ibu dan melanjutkan berjualan keliling kampung. Namun air mata ibu jatuh saat mendengar gadis itu berdoa untuk kepulangan ayahnya. Entah apa yang disembunyikan ibu dari gadis itu.

                                ################################

                Setelah beberapa bulan berjualan, ibunya mendapatkan banyak langganan. Bahkan banyak warung makan yang mau membantu untuk menjual kembali kue-kue yang dibuatnya. Penghasilan ibu semakin meningkat sehingga dari hasil itu akhirnya ibu dapat menyekolahkan anaknya.
                Setahun berlalu, gadis itu dapat bersekolah layaknya anak-anak lain di kampungnya. Ia sangat menikmati sekolahnya. Tepat di hari ini sekolah mengadakan acara peringatan “Hari Ayah”. Acara tersebut dihadiri oleh ayah dari masing-masing murid di SD itu. Tidak seperti murid-murid lain yang datang bersama ayahnya, gadis itu datang bersama ibundanya. Acara berlangsung meriah, ada senam pagi dan juga permainan yang dilakukan kolaborasi antara ayah dan anak.
                 Namun, gadis kecil itu tampak murung dan sedih. Ia sedih karena iri melihat teman-temannya yang mengikuti acara bersama ayahnya. Sedangkan hanya dia saja yang pada saat itu bersama ibunya. Dari awal acara hingga akhir, ia tidak bersemangat ketika di ajak senam dan permainan. Ibu sudah mencoba menghiburnya, tetapi ia tetap saja sedih.
                Sampai di rumah, ia berlari menuju kamarnya. Ibu pun mengikutinya. Perlahan ibu membuka pintu kamarnya. Ibu melihat gadis itu menangis dengan wajah ditutup dengan bantal agar tidak ketahuan bahwa ia sedang menangis. Hati ibu runtuh saat melihatnya, ibu tak kuasa menahan air matanya. Lalu ia menuju kamarnya dengan air mata bercucuran di pipi.
                Ibu menarik sebuah kotak kecil yang sedikit usang yang sudah lama tidak pernah ia buka dan dibersihkan. Ia buka kotak kecil itu perlahan, tetapi tak kuasa menahan tangis lalu ia tutup kembali kotak itu. sedikit demi sedikit ibu mencoba untuk membuka kotak tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah foto keluarga yaitu ibu, ayah, dan gadis kecil itu yang pada saat itu masih bayi sehingga ia digendong oleh ayahnya. Juga terdapat sebuah surat wasiat kepada ibu untuk menjaga gadis itu dan menyekolahkan setinggi mungkin. Di dalam surat wasiat itu terdapat sebuah bungkusan dari kain yang di dalamnya terdapat sebuah kalung dengan liontin berwarna biru.
                Setelah itu,  ibu membawa kotak beserta isinya ke kamar anaknya. Ia menjelaskan dengan pelan-pelan agar anaknya tabah dan sabar mendengar ceritanya. Kata demi kata ia rangkai menjelaskan kepada gadis kecil itu.
                Dengan mengelus kepala anaknya ibu berkata, “Ayahmu telah meninggal 1 tahun yang lalu. Saat itu ayah sedang mencari ikan di laut sendirian. Padahal ibu sudah melarangnya untuk tidak berlayar. Namun ayahmu nekad, sebab di rumah sudah tidak ada lauk untuk di makan. Badai besar datang, akibatnya ayahmu tenggelam di laut. Sebelum ayahmu pergi ayah meninggalkan ini untukmu nak. Sebuah kalung yang ayah beli dari hasil tangkapannya sebelum ia pergi untuk selamanya”.
                Air mata berlinang dari keduanya. Ibu memeluk gadis itu seerat mungkin. Kini hanya ada kenangan yang ditinggal ayah gadis itu. Belum sempat mata gadis itu melihat wajahnya, ayahnya sudah pergi untuk selamanya.